Konsultasi Daerah: Sisi Positif UU Migas No 22 tahun 2001

Sejauh ini, yang sering saya kupas adalah sejumah kelemahan yang terkandung di dalam UU Migas. Kali ini, saya akan mengulas satu sisi baik dari UU Migas, yaitu adanya “konsultasi daerah”.

Dalam satu bulan terakhir, saya mengikuti dua kali konsultasi daerah, yaitu di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Kegiatan konsultasi daerah ini merupakan amanat UU Migas yang harus dilaksanakan sebelum suatu wilayah kerja migas ditetapkan oleh menteri, dalam hal ini Menteri ESDM. Tujuan dari konsultasi daerah adalah untuk memberikan penjelasan kepada daerah, bahwa di daerah administratif mereka akan diusahakan kegiatan migas, termasuk di dalamnya gas metana batubara (GMB). Penjelasan ini diberikan oleh pihak Kementerian ESDM kepada pemerintah provinsi dan kabupaten-kota. Sementara dari pihak pemerintah daerah memberikan semacam input atau informasi terkait kondisi daerah mereka sendiri.

Interaksi antara “pusat” dan “daerah” semacam ini tentu sangat positif. Hal ini tidak terjadi pada saat UU No 8 tahun 1971 masih berlaku, karena tidak ada ketentuan yang mengharuskan adanya konsultasi daerah. Pertamina, pada waktu itu, memiliki wewenang penuh untuk menetapkan suatu wilayah kerja, tanpa harus berkordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah lokal, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten-kota. Daerah hanya “nerimo” saja apa yang sudah menjadi ketentuan “pusat”.

Dalam setiap pertemuan konsultasi daerah, setidaknya sudah tiga kali saya ikuti, dua input berikut ini yang paling sering dikemukakan oleh daerah. Pertama, soal tumpang tindih lahan. Mereka mengingatkan sejak dini soal tumpang tindih lahan yang kerap terjadi antara kontraktor migas dan perkebunan, terutama sawit. Ini merupakan tantangan terberat bagi para kontraktor migas di lapangan. Seringkali negosiasi pemakaian lahan sawit memakan waktu yang tidak sebentar, lebih dari satu tahun, sehingga mengganggu kelancaran program eksplorasi maupun pengembangan migas. Wajar, pihak perkebunan sawit merupakan pemilik lahan permukaan, sementara kontraktor migas tidak memiliki hak terhadap lahan permukaan.

Ke dua, soal pelibatan BUMD di dalam kegiatan migas, termasuk GMB. Bentuk pelibatan ini ada dua macam: penyertaan participating interest atau share di blok migas tersebut secara langsung; maupun pelibatan sebagai sub-kontraktor,  antara lain dalam pengerjaan civil work. Rupanya di daerah-daerah saat ini, biro ekonomi mulai berperan aktif dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Mereka sudah berinisiatif untuk keluar dari comfort zone dalam penggalian PAD, tidak melulu mengandalkan pajak dan retribusi daerah, atau menunggu bagi hasil SDA semata.

Isu yang sedikit mengejutkan saya adalah adalah soal belum jelasnya batas-batas wilayah di beberapa daerah di Kalimantan Selatan. Rupanya pemekaran daerah masih menyisakan persoalan administratif-kewilayahan di beberapa daerah. Di dalam peta memang batas-batas wilayah sudah didefinisikan, tetapi prakteknya di lapangan belum sepenuhnya clear.  Persoalan ini akan menjadi sangat serius, manakala terkait bagi hasil sumberdaya alam, apalagi migas. Ketidakjelasan batas wilayah di lapangan akan menyulitkan proporsi bagi hasil migas antara dua daerah yang berbatasan. Hal ini sudah terjadi di daerah Musi Rawas dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Salah satu daerah itu menuntut daerah lainnya sejumlah uang trilyunan rupiah, akibat bagi hasil sumberdaya alam yang diklaim “salah alamat”.

Di tengah sistem politik-pemerintahan pasca otonomi daerah yang semakin semerawut ini, kordinasi antara pusat dan daerah menjadi kebutuhan mendesak. Karena itu, konsultasi daerah, yang merupakan amanat UU Migas No 22 tahun 2001, adalah satu langkah positif yang patut diteruskan, meskipun UU tersebut, menurut saya, tetap harus direvisi, atau bahkan diganti.

33 komentar di “Konsultasi Daerah: Sisi Positif UU Migas No 22 tahun 2001

  1. Pengelolaannya berhubungan dengan batas wilayah juga ya mas? Kalau batas wilayah, bukan hanya di Kalsel, batas kalbar-kalteng masih banyak yang belum jelas 😦

  2. Assalaamu’alaikum Mas Dira.

    Kunjungan pertama kali ke mari barangkali.
    Semoga dengan berbagi ilmu dan hikmah kita semua akan menjadi semakin cerdas dalam menghasilkan buah fikiran yang bernas buat perkongsian bijak.

    Salam mesra selalu saei Sarikei, Sarawak. 😀

  3. UU itu hanya lah konsumsi masyarakat kecil… tdk ada yg berlaku untuk orang2 besar…. kelangkaan BBM di daerah terus berlanjut… tdk ada solusi dari PEMDA maupun pusat…. BBM dari SPBU terus di jual kpd pengecer dlm hal ini masyarakat umum. sehingga harga terus naik n di jual sudah tidak sesuai dengan takaran liter….

  4. “A leader in well testing and early production facilities for the oil & gas industry”

    As a group company with world-class capabilities in well testing and fluid, our top priority is to offer the best service for business-based energy and resources in Indonesia. Dwipa Group was established as a company providing Non Destructive Testing for the oil and gas industry. We believe that through commitment, determination and passion for growth, opportunities are endless.

Tinggalkan Balasan ke dira Batalkan balasan