Suka Duka Bersama Sepeda

Break sejenak dari tulisan-tulisan “berat”. Kali ini, saya ingin bernostalgia, mengenang masa-masa bersama sepeda di kampung halaman dulu. Bukan tanpa maksud. Tulisan ini sengaja saya persembahkan untuk Hamberqu, yang sedang menanti partisipasi kawan-kawan blogger untuk menceritakan pengalaman uniknya dalam bersepeda. Bismillah, saya akan membuka file sekitar tahun 1988 atau 1989, yang terselip di labirin otak ini.

Pada tahun-tahun itu, saya memang baru bisa naik sepeda. Bapak saya membelikan saya sepeda mini. Second, karatan, tetapi masih pantas untuk dinaiki. Warnanya merah agak tua, tetapi terlihat lusuh. Tidak ada rem atau standar. Pedal pun sudah lepas, tinggal tersisa besi agak runcing yang jadi pijakan kaki untuk mengayuh sepeda itu. Sebetulnya itu sangat berbahaya. Jika ingin berhenti, saya cukup menurunkan kedua kali ke tanah, sebagai “rem organik” (maksudnya ngerem dengan organ tubuh!). Setelah kecepatan berkurang, saya tinggal menjatuhkan sepeda itu ke samping, diikuti sedikit manuver ke kiri. Kaki kiri saya jadi tumpuan, agar tidak ikut jatuh di saat sepeda sudah merebah di tanah. Akrobat kecil-kecilan!

Meskipun kondisinya minim seperti itu, saya bangga naik sepeda itu. Saking bangganya, saya sering ngebut keliling jalan desa, sekalian pamer pada kawan-kawan seusia yang belum bisa bersepeda. “Inilah saya! Saya bisa naik sepeda dengan satu tangan. Ngebut pula!”, kira-kira seperti itu sikap saya, waktu itu, kalau diterjemahkan ke dalam kalimat. Belakangan saya sadar, model sepeda seperti itu cocoknya untuk anak perempuan!

Suatu sore, seperti yang sering saya lakukan pada hari-hari sebelumnya, saya naik sepeda. Sedikit ngebut. Rencananya  akan keliling-keliling agak jauh, hanya untuk mengekspresikan kemahiran yang baru didapat: bersepeda ria. Sampailah di jalanan yang agak menurun. Sebetulnya saya terbiasa melalui jalanan itu, karena letaknya tidak jauh dari mulut gang yang menuju gubuk saya di kampung. Entah kenapa, sore itu, saya lengah. Begitu sampai di jalanan menurun itu, kecepatan belum saya kurangi.

Pontang-panting saya berusaha untuk mengerem, secara “organik” tentunya, tetapi saya betul-betul kehilangan kendali waktu itu. Saya mulai panik. Setir sudah mulai berguncang. Dalam kondisi kecepatan yang masih relatif tinggi, saya hilang keseimbangan. Sepeda itu meluncur cepat ke arah sungai. Dan………GUBRAAAKKK!! Sepeda membentur buk dan berhenti seketika. Tubuh mungil saya terpelanting ke tengah sungai: JGGEERRR…!!

Sontak, saya shock bukan main. Waktu itu, tahukah kawan, saya belum bisa berenang sama sekali! Dalam keadaan panik setengah mati, saya berusaha untuk tetap mengambang di air. Berteriak pun tidak bisa, karena setengah wajah sudah terendam. Megap-megap. Hanya lambaian tangan saya yang membuat orang mengenali, kalau saya kebelet butuh pertolongan. Lima menit saja tidak ada pertolongan, nasib saya wallahu a’lam.

Rupanya takdir berbicara lain. Dari seberang sana, seorang lelaki paruh baya langsung meloncat. Sungai itu tidak begitu lebar, hanya sekitar 5 meteran, sehingga lompatan lelaki itu hampir menghantam tubuh saya. Bagi pria dewasa, sungai itu sebenarnya tidak terlalu dalam. Mungkin sekitar 2 meteran. Dia langsung meraih tangan dan merengkuh tubuh saya. Setelah kepala dan dada saya terangkat di atas air, saya langsung meronta, menangis sejadi-jadinya. Orang-orang di sekitar TKP berkerumun dalam hitungan detik, akibat sirine keras dari mulut saya. “Ada apa? Ada apa? Ada apa?”, teriakan mereka.

Itulah sepenggal kisah unik, atau mungkin lebih tepatnya: tragis, yang menimpa saya dan sepeda kebanggan. Sayangnya sepeda itu sudah lapuk dimakan usia, sehingga tidak bisa saya tampilkan di blog ini. Oya, tahukah kawan, siapa pria yang menolong saya waktu itu? Namanya Pak Kastum! Dialah yang “diutus” Allah untuk menyelamatkan nyawa saya waktu itu.

Terima kasih tak terhingga untuk Pak Kastum. Jasamu begitu besar dan rasanya tak mungkin saya bisa membalas. Engkau pun mungkin lupa, kalau engkau pernah menolong seorang bocah kecil yang kecebur sungai. Kalaupun engkau ingat, mungkin engkau juga lupa siapa yang engkau tolong waktu itu. Saya lah orangnya!

78 komentar di “Suka Duka Bersama Sepeda

  1. Bertandang ke Lapak para Sahabat Nara Blog Tercinta, Ruanghati rasanya lama tidak jalan-jalan mengunjungi para Sahabat (Blogger) coz beberapa hari sangat sibuk sekali nih, Semoga para Sahabat selalu dalam keadaan baik dan bahagia selalu dalam rahmat serta kasih sayang Tuhan Yang Maha Kuasa, Amien. 2 hari terakhir ini juga Blog ruanghati keknya ada problem beberapa teman bilang ketika mau masuk ke blog kami ada semacam alert situs berbahaya, minta doanya semoga segera bisa normal kembali,

    Salam hangat

    Ruanghati

  2. Salam Takzim
    Artikel kang Dira saya sudah sampaikan ke dewan juri, terimakasih ya sudah berkenan meramaikan dan berpartisipasi di blog baru saya humberqu, semoga Tuhan membalasnya
    Salam Takzim Batavusqu

  3. selamat pagi dini hari mas. maaf berkunjung larut malam. maklum jam segini koneksi internet sedang stabil-stabilnya, jadi ya saya manfaatkan buat blogwalking buat menyambung tali silaturahmi kepada semua teman2 netter hehe selamat bermimpi ria.

  4. mas dira, aku berkunjung, udah lama gk ksini. ngomongin sepeda pengen bgt kalo ke studio bersepeda pagi2 gt pasti seru, tp sayangnya sampe skr aku blm mampu beli hehehehe

  5. Assalamu’alaikum,

    Satu lagi kemampuan Kang Dira dalam menulis yang gayanya berbeda dengan tulisan sebelumnya. Di sini ada karakter yang berbeda. Mudah-mudahan keinginan untuk menulis buku segera terwujud. Tinggal menunggu waktu.
    Selamat berlomba. Insya Allah jadi juara.
    Terima kasih.
    Salam

  6. Ping balik: Kaget Ditunjuk Menjadi Juri « Leysbook's Blog

  7. berkunjung ke lapak sahabatku terchayang, semoga Tuhan YME memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya bagi kita sekalian, salam untuk semua keluarga ya

    salam hangat dari ruang hati yang paling dalam

  8. Assalamu’alaikum,

    Tampaknya lagi sibuk ya Kang ?
    Mudah-mudahan sehat-sehat saja. Mumpung lagi ada kesempatan jalan-jalan ke sini.

    Terima kasih dan semoga sukses.
    Salam hangat dari Cianjur

  9. Ping balik: 59 Peserta Bersepeda Masuk Bui « Batavusqu

  10. Ping balik: Para Jawara Sepeda yang Hadir dalam Hamberqu « CITRO MADURA

  11. Ping balik: Ini dia 59 Kontestan Sepeda dalam Pesta Kemeriahan Bersepeda di Humberqu « Rachmadwidodo's Weblog

  12. Ping balik: Peduli Sahabat « Batavusqu

  13. Assalammu’alaikum…
    Hemm…sepeda….Duh…kalau saya udah trauma naik sepeda…berkali-kali jatuh,diserempet temen sampe dengkul nyosor aspal…cukup sudah..!?
    Akhirnya lebih baik duduk diboncengan aj,he…he…
    Salam kenal mas dira…saya suka tulisannya,walau bnyak yg bilang berat…

Tinggalkan Balasan ke dira Batalkan balasan